Selamat Datang di Pokja AMPL Rejang Lebong Propinsi Bengkulu

Kamis, 17 Februari 2011

Ringkasan Sejarah Sanitasi Indonesia 1607-2011

Seri AMPL 23: Ringkasan Sejarah Sanitasi Indonesia 1607-2011

oleh Bambang Purwanto pada 14 Februari 2011 jam 15:19
Seri AMPL 23:
Ringkasan Sejarah  
Perkembangan Sanitasi Di Indonesia 1607-2011
disalin kembali oleh : Edy Purnomo,M.Si


1607      
Penghuni Kota Jayakarta pada tahun 1607 menurut catatan Cornelis Matelief de Jonge berjumlah 15.000-20.000 jiwa, rumah-rumah pada waktu itu dari kayu dan gedek atap dari jerami,  kota dikelilingi pagar dari kayu yang masih rendah, dan bersihnya Sungai Ciliwung dipuji (Adolf Heuken, halaman 38).

1620        
Pada waktu dilaporkan  itu telah terjadi upaya pencemaran sungai, dimana pada saat pengepungan kota Surabaya oleh Sultan Agung dari tahun 1620-1625 serta kota-kota sekitarnya dengan membendung dan meracuni air sungai dikota yang berdampak menurunnya jumlah penduduk kota dari 50.000 jiwa  lebih tinggal 500 orang yang tinggal dikota, selebihnya meninggal atau meninggalkan kota akibat kemiskinan atau kelaparan (Anthony Reid I, hal 21-22)

1699        
Sebagaimana diceriterakan  oleh Dampier bahwa kebiasaan mandi untuk membersihkan diri telah ada pada waktu itu dimana di sungai-sungai di Aceh selamanya penuh dengan pria dan wanita dari semua umur, orang sakit sekalipun dibawa ke sungai untuk mandi (Anthony Reid I, hal 59)     

Kebiasaan BAB (buang air besar) kesungai  atau dipantai didasarkan anggapan bahwa air yang mengalir bisa membersihkan, ini ada benarnya dibandingkan orang Eropa atau India sezaman yang menggunakan jalan-jalan kota atau air tergenang untuk BAB karena tidak ada pilihan lain (Anthony Reid I, hal 60)

1710
Pada tahun ini sudah dilaporkan terjadinya pencemaran akibat adanya 130 buah molen gula, sampah dan bekas kayu pembakaran yang sengaja dibuang ke sungai menyebabkan penyumbatan  disana sini. Akibatnya Sungai Ciliwung yang pada waktu itu sangat vital artinya bagi warga kota menjadi tercemar dan menimbulkan wabah penyakit, yang mengakibatkan kematian sekitar 1.223 orang pegawai kompeni Belanda dari 4.304 yang datang dari Belanda pada tahun yang sama (Tawalinuddion Haris, halaman 148)

1815        
Mandi disungai juga telah menjadi kebiasaan penduduk Jakarta tempo dulu, dimana ditepian kanal dipenuhi wanita telanjang dada, mereka tanpa kuatir pria iseng yang mengintipnya (Alwi Shahab, halaman 48)

1892        
HCC Clockener Brouson seorang serdadu muda Belanda yang baru datang dari Amsterdam melaporkan dengan terbengong-bengong  tentang cara mandi orang Indonesia yang menggunakan bak, lalu cara bagaimana menyabun dan membilas  dan mengeringkan badannya, mereka mandi 3 kali yaitu pagi, jam 11 dan jam 3 sore (HCC Clockener Brouson, halaman 21).

1916        
Di Bandung telah dibangun IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang kemudian dikembangkan melalui Proyek BUDP (Bandung Urban Development Project) I, II dan III, dengan daerah layanan seluruh  Bandung sekitar 2.800 Ha atau sekitar 17% dari luas kota; meliputi 90.000 pelanggan atau sekitar 450.000 jiwa (20% penduduk kota), 22.000 pelanggan dilayani oleh sambungan langsung , namun masih adanya industri rumahan dan rumah sakit yang membuang langsung walaupun itu termasuk tindakan illegal.

1920        
Di Kota Cirebon  pemerintah kolonial Belanda telah membangun IPAL pada tahun 1920 untuk melayani daerah komersial, kemudian pada tahun 1978 dilanjutkan pembangunan IPAL untuk melayani daerah Perumnas, dan pada tahun 1996 dengan bantuan Pemerintah Swiss dibangun pula IPAL yang baru, sehingga cakupan pelayanannya telah mencapai 384 Ha (9,7 dari luas kota) dan total pelanggan  sekitar 19.000 pelanggan atau 90.000 jiwa ( 32 % jumlah penduduk kotanya).

1935        
Di Yogyakarta pembangunan IPAL pertama kali dilakukan oleh Belanda  pada tahun 1935 dan kemudian dikembangkan lebih lanjut  dengan bantuan Pemerintah Jepang sehingga saat ini pelayanannya telah mencapai 1.250 Ha (sekitar 6% luas wilayah greater Yogyakarta) dan melayani 10.000 pelanggan atau 85.000 jiwa (10% populasi).

1939        
Di Balige sebagaimana diceriterakan oleh JJ van de Velde  bahwa pada tahun 1935 kondisi rumah disana pada malam hari; ternak yang terdiri dari sapi, kerbau dan babi dikumpulkan dibawah rumah, pada siang hari babi dan anjing-anjing kurus tak terhitung banyaknya, menjaga agar halaman rumah bersih, mereka melahap semua sampah dan kotoran, termasuk kotoran manusia. Bahkan begitu seringnyamereka makan kotoran manusia, sehingga bagi anak-anak berbahaya sekali BAB ditempat yang tidak terjaga, sebab kalau orang tuanya lengah, pernah terjadi bahwa alat vital seorang anak lelaki kecil turut tercaplok, betapa mengerikannya (JJ van de Velde, hal 76-77)

1940        
Di Surakarta bagian selatan tahun 1940 Belanda telah mebangun IPAL kemudian dilanjutkan oleh Perumnas yang membangun tahun 1984 kemudian dikembangkan lagi dengan pionjaman IBRD (SSUDP, Semarang Surakarta Urban Development Project) yang dapat melayani 8.000 pelangaan sekitar 70.000 jiwa  pada area 1.165 Ha (sekitar 26 % luas kota)

1977        
Jakarta mulai menyusun Rencana induk Air Limbah pada tahun 1977, dan mulai membangun tahun 1983 dan pada tahun 1992 pembangunan fisik selesai, kapasitas yang dibangun sebesar 300 liter/detik dimana BOD influent sekitar 200 mg/lt  dan effluent yang diharapkan adalah 50 mg/lt atau terjadi “removal” sebesar 70 % dan pada saat ini dikelolah PDPAL (Perusahaan daerah Air Limbah) yang merupakan satu-satunya PD AL di Indonesia. Jumlah pelanggan sekitar 2.300 (220.000 jiwa)  sekitar 2,8 % penduduk kota.

1980        
  • Pada tahun 1980 ini dimulai perbaikan Kampung yang kita kenal dengan program KIP (Kampung Improvement Program) dimana prasarana dan sarana lingkungan merupakan salah satu komponen yang masuk dalam program.
  • Kota Medan pada tahun 1980 mulai menyusun Rencana Induk Air Limbahnya dan lima tahun kemudian yaitu pada tahun 1985  dengan pinjaman dari ADB (Asian Development Bank)  melalui MUDP (Medan Urban Development Project) I dan II mulai membangun IPAL  UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket)  kapasitas 60.000 m3/hari atau 700 lt/dt yang dilanjutkan pengaliran effluentnya ke kolam aerasi (aerobic ponds) dan terakhir ke kolam fakultatif (facultative ponds), untuk  melayani sekitar  530 HA (1,9 % luas Kota) untuk 7.400 pelanggan atau 49.000 jiwa (2,25 % penduduk kota)
1982        
Di Kota Tangerang pada tahun 1982 mulai dibangun IPAL type “carrousel” ini merupakan satu-satunya di Indonesia dan  diuji coba tahun 1985, serta mulai dioperasikan tahun 1992. Konsultan dari Belanda DHV Cons. Eng. dan Has Koning yang bertindak sebagai perencana.

IPAL Tanah Tinggi yang merupakan bantuan pemerintah Belanda tersebut mempunyai cakupan pelayanan 3.000 sambungan rumah atau ekivalen 15.000 jiwa melayani Kelurahan Sukasari dan babakan. Selain IPAL Tanah Tinggi Kota Tangerang juga mempunyai prasarana dan sarana pengolahan air limbah domestik lainnya yang terdiri dari; kolam oksidasi sebanyak 8 unit dengan total luas sebesar 44,5 Ha terdapat di Perumnas I melayani 7.932 sambungan rumah atau ekivalen 31.728 jiwa.

Sistem Terpusat ( Offsite System) di IPAL Tanah Tinggi melayani Kelurahan Sukasari dan Babakan; seluruh limbah rumah tangga baik yang berasal dari kamar mandi, kakus maupun dapur diproses menjadi satu secara alamiah terpadu degan sistim Carrousel yang pengalirannya sebagian menggunakan perpompaan yang memerlukan biaya O/M yang tinggi sehingga menyebabkan IPAL ini tidak dioperasikan saat ini.

Sistem Setempat (Onsite system) melayani rumah tangga yang masih belum terjangkau oleh sistem terpusat, yaitu dengan menyedot lumpur tinja dari septik tank disetiap rumah yang selanjutnya diolah di IPLT Karawaci.Dari kedua system tersebut dapat melayani 9.800 pelanggan atau 46.000 jiwa (4% penduduk kota)

1985
Di Tlogomas Kota Malang masyarakat secara mandiri dengan dimotori oleh Agus Gunarto membangun IPAL skala komunitas akibat merasakan ketidak nyamanan akibat ulah masyarakat sekitar yang BAB sembarangan, dan upaya ini sangat diapresiasi  oleh semua  pihak  bahkan oleh pihak internasional dengan berbagai undangan untuk presentasi keluar negri yang diperolehnya.

1992     
Pada tahun 1992 mulailah disusun Rencana Induk Air Limbah Kota Denpasar (DSDP= Denpasar Sewerage Development Project), lima tahun kemudia disusunlah detail engineering design dan pada tahun 2004 dimulailah pembangunan fisiknya. IPAL Denpasar mempunyai kapasitas 51.000 m3/hari, dengan total panjang jaringan pipa 130 km (dia 200-1.200 mm) untuk melayani sekitar 10.000 pelanggan atau 103.200 jiwa (1.145 HA luas pelayannya).

Berdasarkan Peraturan Bersama antara Gubernur Bali, Walikota Denpasar dan Bupati Badung dengan nomor 37 A tahun 2006, nomor 1 tahun 2006 dean nomor 36A tahun 2006 ditetapkanlah BLU PAL yang mengelola IPAL tersebut.

1995     
Dimulailah pembangunan IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) disebagian besar kota-kota di Indonesia, namun keberadaan IPLT ini banyak yang tidak berfungsi dengan baik, akibat lemahnya lembaga pengelola yang ada disamping faktor lainnya.

2002     
Di Propinsi Bali tepatnya di Kantor Gubernur Renon, di Kecamatan Kuta, dan Sunrise School Krobokan Denpasar  telah dibangun Instalasi Pengolahan Air  Limbah (IPAL) dengan menggunakan media tanaman alias Fythoremediasi, teknologi sederhana hasilnya cukup memuaskan namun memerlukan lahan yang cukup luas, teknonolgi ini cocok diterapkan di skala komunal.

2003        
  • Telah disusun Pekerjaan Studi National Action Plan Bidang Air Limbah, bulan Desember 2003
  • Telah disusun pula Pedoman Pengelolaan Air Limbah Perkotaan, untuk eksekutif dan legislative Pemerintah Kabupaten/Kota, Ditjen Kotdes, Depkimpraswil, Desember 2003
  • Telah terbit pula Pedoman Pengelolaan Air Limbah Perkotaan, untuk untuk Pelaksana Lapangan di  Pemerintah Kabupaten/Kota, Ditjen Kotdes, Depkimpraswil, Desember 2003
  • Telah disusun Perumusan Rencana Tindak National Bidang Air Limbah 2005-2015. Ditjen Kotdes, Depkimpraswil,  Desember 2003
  • Mulai dilakukan uji coba program SANIMAS (Sanitasi Berbasis Masyarakat) di propinsi Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur  dan Yogyakarta.
2004        
  • Terbit Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
  • Tim interdep (Bappenas,Depkes, Depdagri dan Dep PU) ditugaskan untuk belajar CLTS (Community Lead Total Sanitation atau  STBM = Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) ke India dan Bangladesh dengan sponsor IBRD.
2005        
  • Terbit Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.
  • Di Kabupaten Lumajang, tepatnya di Kecamatan Guci Alit pada tahun 2005 telah memproklamirkan sebagai daerah bebas BAB dengan menerapkan CLTS alias STBM
2006        
  • Dilakukan replikasi program SANIMAS di 20 propinsi (69 lokasi).
  • Dimulai program ISSDP (Indonesia Sanitation Development Proigram)
2007        
  • Dilaksanakan Konferensi Sanitasi Nasional I.
  • Kembali dilakukan replikasi program SANIMAS di 22 propinsi (128 lokasi)

2008 
  • Telah terbit Permen PU Nomor 16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional PengembanganSistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum
  • Buku Pedoman SANIMAS, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Dep. PU,
  • Telah disusun National Strategy for Community Lead Total Sanitation (CLTS), Ministry of Health
2009        
  • Dilaksanakan Konferensi Sanitasi Nasional II
2010        
  • Mulai disusun “Rencana Induk dan Studi Kelayakan” untuk kota-kota; Surabaya, Bogor, Cimahi, Bandar Lampung, Pekanbaru, Batam, Batam, Palembang dan Makasar atas bantuan Ausaid.

Daftar Pustaka:
1.       Anthony Reid, Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680, Jilid I, Penerbit Yayasan Obor, Jakarta 1992
2.       M.C. Ricletfs, Sejarah Indonesia Modern, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, Cetakan Kelima 1995
3.       J.J. van de Velde, Surat-surat dari Sumatera 1928-1949, Penerbit Pustaka Azet, Jakarta, Agustus 1987
4.       Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
5.       Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
6.       Permen PU Nomor 16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional PengembanganSistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum
7.       Buku Pedoman SANIMAS, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Dep. PU,  2008
8.       Risyana Sukarma and Richard Pollard. Indonesia Overview of Sanitation and Sewerage Experiencve and Policy Options, IBRDE, 2001
9.       National Strategy for Community Lead Total Sanitation (CLTS), Ministry of Health, Jakarta, June 2008
10.   Executive Summary Pekerjaan Studi National Actin Plan Bidang Air Limbah, Direktorat Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, Ditjen Kotdes, Departemen Kimpraswil, Desember 2003
11.   Perumusan Rencana Tindak National Bidang Air Limbah 2005-2015. Ditjen Kotdes, Depkimpraswil,  Desember 2003
12.   Support on Water and Sanitation, Sector Analysis and Program Final 2009-2014, Usaid, November 2008
13.   Pedoman Pengelolaan Air Limbah Perkotaan, untuk eksekutif dan legislative Pemerintah Kabupaten/Kota, Ditjen Kotdes, Depkimpraswil, Desember 2003
14.   Pedoman Pengelolaan Air Limbah Perkotaan, untuk Pelaksana Lapangan di Pemerintah Kabupaten/Kota, Ditjen Kotdes, Depkimpraswil, Desember 2003
15.   Panduan Pengawasan Sistem Pengelolaan Air Limbah, Inspektorat Jenderal, Departemen PU
16.   Kerangka Acuan Kerja Konferensi Sanitasi Nasional II
17.   Newsletter AMPL, edisi Juli  2008
18.   Newsletter AMPL, edisi Agustus  2008
19.   Alwi Shahab, Batavia Kota Banjir, Penerbit Republika, Jakarta 2009, cetakan pertaman, halaman 48
20.   HCC Clckener Brouson, Batavia Awal Abad 20, Penerbit Komunitas Bambu, Jakarta Januari 2004, halaman 21
21.   Tawalinuddin Haris, Kota dan Masyarakat Jakarta, Penerbit Wedatama Widya Sastra, Jakarta 2007, halaman 148
22.   Adolf Heuken, Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta, Jilid II, Pencetak PT Enka Parahiyangan, Jakarta 2000, cetakan Pertama, halaman 38



Kecamatan bebas BAB
IPAL Denpasar
IPAL fythoremediasi di Kantor Gubernur Bali
Belajar CLTS di India

SK Renstra AMPL Rejang Lebong

COVER RENSTRA AMPL REJANG LEBONG

DAFTAR ISI RENSTRA AMPL REJANG LEBONG

RENSTRA AMPL KAB REJANG LEBONG TAHUN 2012-2015